Diungkit oleh Hacker Bjorka, Kasus Pembunuhan Munir Kembali Tuai Perhatian

Nama aktivis HAM Indonesia yaitu Munir Said Thalib kembali dibahas setelah hacker Bjorka mengupload dokumen terkait dengan sosok yang disebut sebagai dalang pembunuhnya. Bjorka mengungkapkan soal Munir melalui akun Twitter miliknya pada Minggu 11 September 2022 lalu. Tetapi saat ini akun tersebut sudah mengalami suspen. Buntut dari Tweet tersebut adalah banyak orang yang merasa penasaran dengan sosok Munir, seperti apa kasusnya dan bagaimana dia bisa meninggal dunia.
Munir dikenal sebagi orang yang mendedikasikan semua hidupnya untuk memperjuangkan hak asasi manusia (HAM). Munir berani menyuarakan HAM secara lantang. Ketika masih SMP, Munir sangat aktif di ekstrakulikuler pecinta alam. Bahkan, Munir pernah belajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Tidak hanya aktif di kelas, bahkan di luar kelas dia sempat menjadi anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir.
Sosok yang Berani dan Tangguh
Munir Said Thalib atau yang bias akita kenal sebagai Munir lahir di Malang pada 8 Desember 1965 dari pasangan Said Thalib dan Jamilah. Pria keturunan Arab ini lalu menjadi pejuang HAM yang tidak kenal lelah dalam melawan praktek otoritarian dan militeristik pada masa Orde Baru dan Reformasi. Munir menyelesaikan pendidikan tingginya di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang dan lulus pada tahun 1990.
Sebagai seorang aktivis kampus, Munir pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (1989), anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir di Universitas Brawijaya (1988), Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw (1988), Sekretaris Al Irsyad Kabupaten Malang (1988) dan menjadi anggota HMI.
Lalu Munir mengawali karier dalam pembelaan kasus-kasus HAM dengan menjadi relawan di LBH Surabaya pada 1989 hingga akhirnya menjadi Direktur LBH Semarang pada tahun 1996. Kemudian, Munir menduduki banyak jabatan di YLBHI sampai mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS). Jabatan terakhirnya yaitu Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial.
Konsistensi Munir dalam berbagai kasus hukum dan HAM bisa dilihat dari sepak terjangnya dalam berbagai kasus. Mulai dari kasus Araujo dalam tuduhan pemisahan Timor Timur dari Indonesia di 1992, pengacara Marsinah di 1994, penasihat hukum George Junus Aditjondro di 1994, penasihat hukum kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta 1997-1998.
Dia juga menjadi pengacara untuk kasus pembunuhan terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok, kasus penembakan mahasiswa di Semanggi pada Tragedi Semanggi I dan II, penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku dan masih banyak lagi.
Sosok Munir yang tangguh dan pemberani dalam meneriakkan kebenaran membuatnya mendapatkan berbagai penghargaan baik dari dalam ataupun luar negeri. Munir dinobatkan sebagai Man of The Year (1998) versi Majalah Ummah, Penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan Unibraw dan Satu dari 100 Tokoh Indonesia Abad XX versi Majalah Forum Keadilan di luar negeri. Dia juga mendapatkan pengarhaan Right Livelihood Award untuk promosi HAM dan control sipil atas militer, dan An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Sigh Prize atas usahanya mempromosikan toleransi serta anti kekerasan.
Diracun di Atas Pesawat
Munir dinyatakan meninggal dunia pada 7 September 2004 pagi di Pesawat Garuda GA-974 kursi 40-G dalam penerbangannya menuju ke Amsterdam untuk melanjutkan studi di Universitas Ultrect. Ayah dua anak tersebut dinyatakan tewas akibat arsenic yang meracuni tubuhnya. Pollycarpus Budihari Prijanto adalah pilot pesawat Garuda Indonesia yang ternyata anggota BIN (Badan Intelijen Nasional) dinyatakan sebagai tersangka.
Namun kematian Munir tidaklah sesederhana itu.
Ahli forensic bernama Abdul Mun’im Idries menulis panjang lebar soal kasus pembunuhan ini dalam buku Indonesia X-Files: Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai Kematian Munir. Bagi Mun’im, penyebab kematian Munir pada September 2004 sudah sangat jelas yaitu diracun dengan zat arsenic.
Tetapi bagaimana arsenic itu bisa masuk ke dalam tubuh munir? Ini yang menjadi perdebatan. Mun’im menyatakan bahwa dia tidak sepakat dengan laporan tim yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengusut kasus Munir. Salah satunya adalah tentang cara arsenic itu masuk ke dalam tubuh Munir. Tim tersebut melaporkan arsenic masuk ke dalam tubuh Munir lewat jus. Sedangkan menurut Mun’im, arsenic sulit larut dalam air dingin.
Menurut Mun’im, arsenic akan mengendap dan kelihatan. Jika ingin larut maka harus dilarutkan pada air panas atau hangat. Tim pemerintah yang dibentuk pada tahun 2004 juga membuat scenario bahwa arsenic itu bekerja dalam waktu 90 menit. Dalam waktu 30 menit sebenarnya sudah keluar gejala keracunan.
Mun’im menarik mundur waktu penerbangan GA 947 yang ditumpangi oleh Munir dan Pollycarpus itu. Pesawat itu tinggal landas dari Bandara Soekarno Hatta pada jam 22.02 WIB. Di atas pesawat tersebut, Munir memakan mi goreng yang ditawarkan oleh pramugari. Kemudian, Munir memilih jus jeruk. Pesawat mendarat di Bandara Changi, Singapura pada pukul 00.40 waktu setempat atau 23.30 WIB.
Di Changi, penumpang diberikan waktu selama 45 menit untuk jalan-jalan. Munir singgah ke Coffee Bean. Di tempat ini, dia diduga bertemu dengan Pollycarpus. Kemudian pesawat tinggal landas dari Changi pada jam 01.53 waktu setempat atau pada pukul 00.53 WIB. Munir ke Belanda sedangkan Pollycarpus tetap tinggal di Singapura.
Sebelum pesawat terbang, Munir meminta obat maag ke pramugari dan saat itu dia diminta menunggu karena pesawat akan lepas landas. 15 menit kemudian, pramugari membangunkan Munir yang saat itu sedang tidur. Munir kemudian ditanya soal obat maag dan dia menjawab belum menerimanya. Pramugari justru menawari makanan dan ditolak oleh Munir. Dia meminta the hangat.
2 jam sebelum mendarat di Amsterdam atau sekitar pukul 12.10 WIB, Munir tidur dalam kondisi miring menghadapi kursi, mulut mengeluarkan liur yang tidak berbusa dan telapak tangannya membiru. Munir sudah tewas. Jika menggunakan asumsi cara kerja arsenic 90 menit, maka tempat Munir keracunan ada dalam pesawat ketika perjalanan dari Indonesia ke Singapura.
Menurut Mun’im, gejala awal keracunan merujuk ke pesawat, tempat kejadian perkara eksekusi. Fakta inilah yang muncul pada pengadilan pertama yang berakhir pada bebasnya Pollycarpus. Pollycarpus bebas. Mun’im kemudian diminta bantuan analisa untuk mencari TKP. Mun’im bersedia. Tetapi dia menggunakan asumsi sifat kerja arsenic 30 menit, bukan 90 menit.
Kita hanya mengurut dimana kira kira ada satu tempat minuman-minuman yang menyediakan kopi atau the hangat. Lalu ketemu nama Coffee Bean. Mun’im menyebut bahwa dia yakin itu TKPnya. Setelah ditetapkan TKPnya, tinggal mencari saksi mata. Ada beberapa pelajar yang melihat Munir mampir ke Coffee Bean bersama dengan Pollycarpus.
Waktu 30 menit itu, menurut keyakinan Mun’im, itu menjadi gejala awal Munir keracunan. Ketika Munir mengeluh sakit maag lalu minta obat. Mun’im dalam bukunya juga menyatakan bahwa dia yakin apa yang dialami oleh Munir bukan sakit maag namun gejala awal dari keracunan arsenic.
Mun’im juga menyajikan kejanggalan surat tugas Pollycarpus dan beberapa kali pesawat Garuda tertunda di Bandara Soekarno Hatta yang ternyata menunggu Pollycarpus. Tetapi kematian Munir sampai saat ini masih menjadi misteri. Mengapa Pollycarpus membunuh Munir? Siapa yang memberi perintah untuk membunuh Munir?
3 Orang Diadili, Termasuk Pollycarpus
Nama Pollycarpus Budihari Prijanto menjadi hangat dibicarakan sejak kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib pada 7 September 2004 silam. Saat itu, Pollycarpus adalah pilot Garuda yang ikut menumpang pesawat kelas bisnis bersama Munir. Sedangkan Munir dinyatakan meninggal dunia dalam penerbangan menuju Amsterdam diyakini karena keracunan arsenic.
Munir berencana ingin melanjutkan sekolah di Belanda. Sedangkan Pollycarpus yang saat itu sedang cuti mengaku menjadi kru tambahan dan hanya melakukan transit penerbangan ke Singapura. Mereka berdua juga sempat interaksi. Mantan pilot Garuda tersebut dituding meletakkan arsenic pada minuman Munir dan divonis 14 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada putusannya, hakim menyatakan Pollycarpus bersalah dengan frasa turut melakukan pembubuhan berencana serta turut melakukan pemalsuan surat. Amar putusan hanya menyebut soal pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Pollycarpus. Sedangkan pada dakwaan jaksa, Pollycarpus disebut melakukan pembunuhan berencana bersama dengan mantan dua kru Garuda Indonesia, Yeti Susmiarti dan Oedi Irianto.
Pada tingkat banding, hakim memperkuat putusan tersebut. Kemudian Polly mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan dia divonis 2 tahun penjara. Kejaksaan lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Pollycarpus akhirnya divonis bersalah dengan hukuman lebih berat menjadi 20 tahun. Tidak terima dengan putusan itu, Polly mengajukan PK. Dalam putusan PK, MA menghukum Pollycarpus dengan hukuman 14 tahun penjara.
Pollycarpus Bebas & Meninggal Karena COVID-19
Kebebasan bersyarat Pollycarpus pada 28 November 2014 dan bebas murni pada 29 Agustus 2018 juga sempat membuat public terkejut. Saat Pollycarpus bebas bersyarat, Koalisi Keadilan untuk Munir mengkritik hal tersebut karena Pollycarpus selama ini mendapatkan banyak remisi tetapi tidak pernah mengungkapkan dalang di balik pembunuhan Munir.
Koalisi Keadilan untuk Munir juga mendesak pemerintah untuk segera membuka data Tim Pencari Fakta atas kasus meninggalnya Munir yang sebelumnya sudah diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Koalisi Keadilan untuk Munir ini terdiri dari Kontras, Imparsial, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta dan Amnesty International Indonesia. Selain itu, ada juga Setara Institute, Asia Justice and Rights (AJAR) dan Suciwati.
Pada Sabtu 17 Oktober 2020, Pollycarpus meninggal dunia karena terkena COVID-19. Sebelum meninggal, Pollycarpus memang dirawat di RS Pertamina di Simprug, Jakarta Selatan yang memang dikhususkan untuk pasien COVID-19.
Dokumen TPF Munir Raib
Pada 2016 lalu, terbongkar laporan Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kasus kematian aktivis HAM, Munir mendadak raib. Tidak ada yang tahu dimana dokumen itu berada. Ini terbongkar dalam siding sengketa informasi public yang digugat KontraS ke Komisi Informasi Pusat (KIP). KontraS menggugat pemerintah agar membuka dokumen hasil pemeriksaan TPF kasus pembunuhan Munir. KIP meminta agar Kemensetneg membuka dokumen tersebut. Tetapi Kemensetneg bersikukuh tidak punya dokumennya.
Kasus Munir Kadaluwarsa Satu Tahun Lagi
Kasus Munir masih menyisakan tanya yaitu siapakah otak pelaku pembunuhan tersebut? Menurut pendapat Istana, kasus Munir sudah selesai saat Pollycarpus bebas murni tahun 2018 yang lalu. Meskipun demikian, sejumlah pihak berpendapat bahwa kasus Munir belum benar-benar tuntas. Masih ada otak pembunuhan yang belum diadili dan terungkap. Menurut Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) jika kasus Munir tidak diungkapkan dengan gamblang maka kasus tersebut akan kadaluarsa dan ditutup. Jika kasus tersebut ditutup demi hukum maka sama seperti membebaskan otak di balik kematian Munir. Ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan HAM.